NEWS  

Pertashop, Petani, dan Birunya Langit Desa

Seorang warga mengisi tangki BBM sepeda motornya dengan Pertamax di Pertashop Desa Moncongloe Bulu, Maros, beberapa waktu lalu. (FOTO: DOK/MATAMAROS)

Jarak kampung petani-petani itu cukup jauh dari kota. Tetapi kehadiran Pertashop mendekatkan banyak hal.

Penulis: Imam Dzulkifli

ISMAIL tidak berencana pergi jauh pagi itu, Jumat, 30 Oktober 2021. Dia hanya ingin ke sawahnya, 4 atau 5 kilometer ke arah barat. Lelaki 31 tahun itu mengenakan baju kaus oblong lengan panjang, celana panjang longgar, sepatu lars hijau army, dan tidak menyemprot badan dengan parfum.

Ismail menarik santai gas sepeda motornya, sebuah Honda Supra Fit tua, untuk menghasilkan laju pelan. Baru seratusan meter, dia menginjak dalam-dalam pedal rem, tepat di sudut perlimaan jalan, kemudian membuka sadel.

“Pertamax, full tangki,” katanya kepada Wahyuni, petugas Pertashop 7P.905.01, yang ramah dan memakai masker kain biru navy.

Ismail seorang petani. Dia menanam padi dan mengisi waktu luang dengan mengurusi tanaman singkong namun relatif memiliki literasi yang baik soal bahan bakar minyak. Maunya Pertamax, tidak mau lagi pakai Premium.

Iya, Ismail tak jauh beda dengan teman-temannya sesama petani. Mereka cukup lama mengisi tangki sepeda motor dengan Premium. Alasannya pun seragam, lebih murah, karena mendapat subsidi pemerintah, meski murah yang mereka maksud jatuh-jatuhya mahal juga. Satu liter Premium mereka tebus dengan Rp10.000. Belinya di penjual eceran yang berjejer di jalan-jalan dusun.

Namun sejak 15 Februari 2021, Ismail memutuskan hanya akan menggunakan Pertamax. Itu adalah hari ketika Pertashop 7P.905.01 diresmikan. Seorang pejabat pemda menggunting pita, mewakili bupati yang sudah terlebih dahulu menandatangani prasasti Pertashop.

Itu sekaligus menjadi hari pertama Ismail tahu, selama bertahun-tahun ia mengeluarkan terlalu banyak uang hanya untuk BBM. Di Pertashop itu, Pertamax, bahan bakar non-subsidi, dijual hanya dengan harga Rp9.200 per liter. Sama saja dengan Pertamax yang dijual di SPBU ibu kota kabupaten, yang jaraknya puluhan kilometer, juga masih lebih murah dibanding Premium yang selama ini dia beli di pengecer.

BBM yang dipakai Ismail yang petani, mulai hari itu juga sama persis dengan yang dipakai sebagian pemilik mobil keluaran terbaru di kota. Dan bahkan lebih baik dibanding mobil-mobil keluaran terbaru yang pengendaranya masih jamak terlihat antre di spot-spot pengisian Premium atau Pertalite.

“Ternyata Pertamax itu murah, kalau belinya di tempat resmi,” ucap Ismail setelah menutup sadel sepeda motornya, dan mendorongnya pelan ke pinggir untuk memberi jalan pengendara lain mengisi BBM.

Pertashop, inovasi Pertamina berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri yang mulai dirilis sejak tahun lalu, untuk mendekatkan masyarakat pelosok dengan BBM berkualitas, terbukti tepat sasaran.

Siapa sangka petani di Moncongloe Bulu seperti Ismail yang selama ini hanya bisa mendengar soal keunggulan Pertamax, kini menggunakannya sehari-hari ke sawah atau mungkin ke pasar mengantar istri berbelanja bahan makanan.

Suryadi, petani dari Tompobulu, kecamatan yang bertetangga dengan Moncongloe, juga sudah tidak perlu jauh-jauh ke SPBU Daya, Kota Makassar, untuk mendapatkan Pertamax.

“Kalau saya, sebelum Pertashop ini ada, sudah pakai Pertamax. Pernah coba-coba pakai Pertalite, tetapi merasa motor lebih stabil kalau diisi Pertamax,” tuturnya, juga di depan Wahyuni, petugas Pertashop yang ramah dan memakai masker kain biru navy itu.

Suryadi baru saja pulang dari kota. Sebuah boks terikat tali rafia di boncengan sepeda motor matic-nya. Isinya seperangkat alat penyemprot pupuk atau racun hama. Supriadi yang lebih muda dua tahun dari Ismail, juga seorang petani.

“Sampai di rumah nanti saya mau langsung ke sawah,” akunya usai Wahyuni mengisikan Pertamax seharga Rp20 ribu. Dia mendapat 2,17 liter untuk bekal pulang ke kampung dan katanya, akan cukup untuk dua atau tiga hari ke depan.

Sebelum menyalakan kembali kendaraannya, Suryadi juga memperlihatkan literasi energinya cukup mumpuni. “Kita tidak bisa lagi tak menggunakan bahan bakar. Tetapi bisa mengurangi emisi dengan menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan,” timpalnya sembari memperbaiki ikatan barang bawaannya.

Ramah Lingkungan

Keputusan Pertamina menitip sumber energi yang lebih berkualitas ke pelosok melalui Pertashop memang sudah include dengan misi keberlanjutan usaha dan kehidupan.

Seperti yang dikatakan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Kehadiran Pertashop selain untuk mempermudah aksesibilitas energi bagi masyarakat desa, juga mengajak semua pihak berkontribusi pada tiga hal. Salah satunya adalah mendorong penurunan emisi karbon. Sebab, produk yang dijual di Pertashop adalah produk ramah lingkungan.

Sejauh kampanye shifting pengguna Premium ke Pertalite, diprediksi terjadi penurunan emisi karbon sebesar 5 juta ton dan pada 2022. Dan seiring pertumbuhan Pertamax diharapkan penurunan emisi karbon dapat tercapai 12 juta ton.

Artinya, langkah Ismail, Suryadi, dan petani lainnya hijrah ke Pertamax, sesungguhnya juga membantu kampungnya terselamatkan dari serangan emisi yang sporadis. Asap yang keluar dari knalpot mereka dari rumah, dari tempat pengisian BBM, hingga ke sawah atau kebun, menjadi lebih “bersahabat”.

Hasil penelitian Saharuna dari Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar (UNM) sejalan dengan itu. Mesin Exhaust Gas Analysis Tecnotes Type 488 Plus yang digunakan untuk mengambil data tentang emisi gas buang yang dihasilkan oleh Premium dan Pertamax.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar CO yang dihasilkan Premium adalah sebesar 0,4983 persen vol. Sedangkan CO yang dihasilkan Pertamax adalah sebesar 0,4100 persen vol. CO dari Premium lebih tinggi 0,0793 persen vol dibanding Pertamax. CO adalah bahasa kimia dari karbon monoksida yang kerap diistilahkan dengan “pembunuh diam-diam”. CO tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak merangsang.

HC yang dihasilkan Premium sebesar 372,50 ppm/vol, sedangkan HC yang dihasilkan Pertamax sebesar 346.25 ppm/vol. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar HC yang dihasilkan Pertamax lebih rendah 26.25 ppm/vol dibanding kadar HC yang dihasilkan Premium. HC adalah akronim dari hidrokarbon. Gas buang dari senyawa bahan bakar yang dapat menimbulkan kabut.

BBM beroktan tinggi seperti Pertamax (92) yang digunakan petani-petani di Moncongloe dan Tompobulu, dua kecamatan pelosok di Kabupaten Maros menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna, sehingga kadar gas buang atau emisi menjadi lebih minim. Ringkasnya, tutur Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fajriyah Usman, lebih ramah lingkungan.

Pertamax pun menjadi bagian dari misi Pertamina yang menghendaki bumi yang semakin hijau. Mengandung oktan 92 dengan standar internasional.

Fajriyah mengatakan, sesuai kesepakatan dunia dan pemerintah, setiap negara berupaya menurunkan emisi karbon dan mengurangi polusi udara. Salah satunya dengan menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan.

“Untuk itu, kami akan mendorong masyarakat untuk menggunakan produk yang lebih berkualitas,” ucapnya.

Pertamax dinilai lebih ramah lingkungan karena kandungan sulfurnya maksimal sebesar 50 ppm (part per million). Kondisi ini merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2017.

Peraturan tersebut, mensyaratkan standar baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor sesuai dengan standar Euro 4. BBM yang digunakan untuk uji emisi agar minimal mengikuti RON minimal 91 atau CN minimal 51.

Pertamina menyebut masyarakat Indonesia semakin tergugah dengan situasi itu. Perseroan menyatakan terjadi peningkatan konsumsi BBM ramah lingkungan dalam jumlah signifikan sejak 2020.

Sebaran Pertashop

Pertashop 7P.905.01 tempat Wahyuni, perempuan ramah dan memakai masker biru navy bekerja itu, adalah satu dari dua Pertashop yang sudah berdiri di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Pertashop lainnya adalah Pertashop 7P.905.01 di Desa Purnakarya, Kecamatan Tanralili. Jarak kedunya berkisar 8-9 kilometer. Peresmiannya dilakukan pada hari yang sama.

Pertashop atau SPBU sederhana resmi Pertamina tidak hanya menjadi saluran distribusi BBM berkualitas, namun juga menyerap tenaga kerja. Sebab dua poin kontribusi lagi yang dimaksud Dirut Pertamina di atas adalah mendorong pertumbuhan TKDN. Sesuai dengan implementasi SDGs no 8, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, membuka kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak.

Poin kontribusi terakhir adalah menciptakan sentra-sentra bisnis di desa. Dana akan bergulir di pedesaan. Dinikmati warga setempat.

Abdul Salam, wiraswasta lokal pemilik Pertashop 7P.905.01 juga mengaku bahagia karena ikhtiar ini menciptakan lapangan kerja baru untuk putra-putri Kabupaten Maros.

Salam berharap Pertashop tersebut menjadi pilot project bagi wilayah lain di Maros. Sebab ini peluang yang dibuka lebar oleh Pertamina dengan skema kemitraan.

Data terbaru yang dirilis Pertamina, Pertashop telah mendorong peningkatan jumlah kecamatan yang memiliki lembaga penyalur resmi BBM. Dari 3.300 kecamatan saat ini sudah 4.400 kecamatan.

“Artinya jika sebelumnya baru 47 persen kecamatan yang sudah memiliki penyalur sendiri, saat ini meningkat menjadi 62 persen kecamatan di seluruh Indonesia,” ujar Nicke Widyawati, Dirut Pertamina.

Rabu, 27 Oktober 2021, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Muhammad Tito Karnavian meminta kepala daerah mendukung pelaksanaan program Pertashop. Program tersebut tersebut dinilai memberikan berbagai dampak positif bagi masyarakat desa. Termasuk membantu mempercepat pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Tito menjelaskan sejumlah langkah yang dapat dilakukan kepala daerah dalam mendukung program Pertashop. Salah satunya, memudahkan izin pembangunan Pertashop dengan mengacu pada Surat Mendagri terkait perizinan pembangunan Pertashop. Tak hanya itu, kepala daerah juga bisa sambil terus membangun kerja sama dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian ESDM, dan lainnya.

“Intinya adalah mempermudah perizinan Pertashop ini,” sergah mantan Kapolri itu.

Selain itu, Tito juga meminta kepala daerah gencar mensosialisasikan dan mendorong kepala desa supaya antusias menyambut program Pertashop. Para kepala daerah juga diminta untuk membantu kepala desa dalam memilih lahan yang tepat sebagai lokasi pembangunan unit Pertashop.

Menurut Nicke, Pertamina pun mengemban amanah menjalankan UU Energi No 30 tahun 2007 sehingga bukan hanya menjaga kecukupan pasokan secara nasional, tetapi juga memberikan kemudahan akses yang sama untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Karena itu, imbuh Nicke, Pertashop perlu terus didorong karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat di desa-desa. Selain aksesibilitas yang memberikan kemudahan untuk masyarakat, Pertashop juga bersifat affordability, karena harganya terjangkau oleh masyarakat.

“Pertashop memberikan jaminan harga dan kualitas BBM bagi masyarakat desa, mengingat harga jual BBM di Pertashop sama dengan di SPBU,” imbuhnya.

Kehadiran Pertashop di pelosok desa, imbuh Nicke, menjadi salah satu solusi membangun ketahanan energi, memberi energi seperti moto perusahaan saat ini “energizing you”.

Ismail, Suryadi, dan petani-petani di pelosok Kabupaten Maros, sudah membuktikannya. Mereka kini tidak lagi mengeluarkan uang banyak untuk BBM, namun malah mendapatkan BBM kualitas terbaik. Mesin kendaraan menjadi lebih awet, langit desa tetap biru, dan anak-anak kampung punya lapangan pekerjaan. (*)