7 Parpol di Maros Tuding KPU Tidak Siap Gelar Pemilu

Konferensi pers saksi lintas parpol di aula kantor KPU Maros, Senin, 4 Maret 2024. (FOTO: ASTY UTAMI/MATAMAROS)

MATAMAROS.COM — Saksi dari tujuh partai politik (parpol) di Kabupaten Maros menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maros tidak siap menyelenggarakan pemilu.

Saksi lintas parpol bersatu untuk menyatakan sikap tersebut dan menggelar konferensi pers di aula kantor KPU Maros, Senin, 4 Maret 2024. Mereka yang hadir adalah Muhammad Hamka (PPP), Gunandar (PKS), Safwan (Golkar), Suwardi (Demokrat), Ervan Prakarsa (Perindo), Emy Aulia (PDIP), dan Syukur (Hanura).

Gunandar yang merupakan Koordinator Saksi PKS menilai KPU belum mampu menguasai penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). KPU juga dianggap tidak mampu memberikan penjelasan detail terkait perbedaan data.

“Tidak bisa memberikan penjelasan, mana data yang benar mana yang salah,” katanya.

Koordinator Saksi PPP, Muhammad Hamka mencontohkan kejadian yang terjadi di TPS 007 di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung. Ada dugaan penggelembungan suara yang bisa merugikan pihaknya dan menguntungkan partai tertentu.

Kecurigaan itu, imbuh Hamka, terjadi saat salah satu simpatisan memberi pengakuan bahwa suara PKS di TPS tersebut ada 2 namun hasil salinan pleno menunjukkan 0 suara.

Kemudian, PKB yang seharusnya memperoleh 7 suara namun hasil salinan malah menunjukkan cuma 6 suara. Gerindra dari 3 suara menjadi sisa 1 suara saat pleno.

“Golkar dari 79 menjadi 69. Nasdem dari 6 suara sisa 3, PPP dari 5 menjadi 4,” rinci Hamka.

Sebaliknya yang terjadi dengan suara PAN. Kata Hamka, ada penambahan dari 138 suara menjadi 163 suara.

Para saksi parpol tersebut juga mempersoalkan rapat pleno tingkat kabupaten berjalan alot lantaran KPU tidak mampu mengendalikan forum dengan baik.

Ketua KPU Maros, Jumaedi menuturkan, memang terjadi perdebatan antara KPU, PPK, dan saksi parpol.

“Perdebatan itu kebanyakan dari teman-teman saksi yang meminta pembuktian terhadap koreksi, misalnya di jumlah pemilih, jumlah pengguna hak suara, dan lain sebagainya,” ucapnya.

“Setelah teman-teman (KPU) sudah menjelaskan alur, kronologi, dan bukti-buktinya, saksi kadang tidak bisa menerima, sehingga harus molor,” lanjutnya. (ast)