Kabupaten Maros merupakan salah satu kabupaten penyumbang stunting di Sulawesi Selatan.
Oleh: Manjilala, S.Gz, M.Gizi, Ahli gizi, Sekretaris DPD Persatuan Ahli Gizi Sulsel periode 2014-2019
DATA Survei Status Gizi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dari tahun 2015-2017 menunjukkan bahwa persentase balita stunting di Kab. Maros masing-masing 42.6%, 38.2%, 41.2%. Angka tersebut jauh di atas rata-rata provinsi.
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama pada anak berusia di bawah dua tahun, yang merupakan akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting mulai terbentuk sejak janin masih di dalam kandungan, ketika ibu hamil mengalami kekurangan energi kronik (KEK) dan atau anemia zat besi maka pada saat itulah proses pertumbuhan janin terhambat yang nantinya akan menyebabkan terjadinya
Stunting saat lahir sampai usia dua tahun. Cara mengetahui seorang balita stunting ialah dengan mengukur tinggi badan yang selanjutnya tinggi badan dibandingkan dengan standar badan kesehatan dunia WHO.
Stunting tidak bisa diselesaikan oleh sektor kesehatan saja, karena penyebabnya multidimensi. Hasil kajian UNICEF menunjukkan bahwa sektor kesehatan hanya berkontirbusi 30% dalam pencegahan stunting, 70% sisanya adalah kontribusi sektor non kesehatan.
Berikut beberapa langkah pencegahan stunting yang bisa dilakukan di Kabupaten Maros;
Sektor Kesehatan harus memastikan semua remaja putri mengonsumsi tablet tambah darah paling tidak 1 kali sepekan, Memastikan semua ibu hamil mengonsumsi tablet tambah darah paling tidak 90 tablet selama kehamilannya. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronik (KEK). Promosi pemberian ASI pada Ibu Hamil dan ibu menyusui. Promosi pemberian makanan pendamping ASI pada ibu balita. Pemberian imunisasi yang lengkap pada balita.
Kemudian, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita setiap bulan. Memantau status gizi ibu hamil setiap bulan. Memberikan bantuan makanan pendamping ASI bagi balita kurus.
Sektor non kesehatan seperti Dinas Pendidikan/Kepala Sekolah, mereka harus membantu mendistribusikan tablet zat besi ke siswa putri SMP dan SMA serta memastikan siswa sarapan sebelum ke sekolah.
Kementerian Agama/KUA, melibatkan petugas kesehatan di Konseling Pra Nikah serta memastikan calon pengantin memiliki surat keterangan sehat (tidak anemia dan tidak KEK) dari puskesmas. Imam Desa/Tokoh Masyarakat/Tokoh Pemuda, membantu Aparat Desa untuk memobilisasi warga yang memiliki balita agar rutin ke Posyandu.
Kepala Desa/Lurah, memastikan akses air bersih di setiap rumah tangga, menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan dengan cara rutin membersihkan lingkungan serta membentuk pusat pengolahan sampah mandiri di tingkat desa/kelurahan. Menyediakan anggaran pemberian makanan tambahan balita dan ibu hamil di Posyandu. Memastikan semua anggota keluarga memiliki JKN. Menyediakan anggaran untuk pemulihan balita gizi kurang/buruk pasca rehabilitasi di RS/Puskesmas. Memobilisasi warga yang memiliki balita agar rutin ke Posyandu.
Stunting pada balita harus dicegah karena efek jangka panjang dari stunting ialah kemampuan intelektual yang rendah, cenderung obesitas di usia dewasa serta system kekebalan tubuh yang rendah. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab bersama agar stunting ini bisa kita cegah, dimulai dari rumah kita-masing-masing. (*)